ADS

ADS
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Keluarga Besar PONPES TANGGIR TUBAN, Mengucapkan "Terimakasih atas kunjungannya" Salam Silaturrahmi Dari Kami

Kesehatan Islami

Kesehatan Islami dan Keseimbangan Nalar
Oleh : Ahmad Biyadi
Alkisah, Raja Al-Muqauqis, Kaisar Mesir memberi banyak hadiah kepada Nabi Muhammad berupa budak, peralatan, dan seorang dokter.
Hanya dalam beberapa waktu tak ada satupun dari kaum muslim yang berobat atau konsultasi dengan si dokter karena kaum muslimin jarang sakit.
Maka dokter itu pun bertanya kepada Nabi SAW mengapa bisa demikian.
Nabi meminta sang dokter pulang seraya bersabda, “Kami adalah kaum yang tidak makan hingga betul-betul lapar dan apabila makan kami berhenti sebelum kekenyangan.”
Kisah di atas –meski dengan riwayat yang masih diperselisihkan- menunjukkan betapa para sahabat sangatlah menjaga kesehatan dan kebugaran. Itu juga menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama orang-orang penyakitan dan lemah.
Dunia medis pun mengakui betapa penjelasan Hadist di atas sangatlah mengagumkan. Banyak pakar kedokteran menyatakan esensi kesehatan sejatinya terletak dari mengatur pola makan.
Sehingga bila pencernaan telah sehat, maka anggota tubuh lain pun akan sehat. Itu semua telah di jelaskan dalam Hadis di atas.
Terlebih lagi, penjelasan tentang pentingnya medis dalam Islam pun dapat dirasakan dari banyaknya perintah bersuci dan berlaku bersih, perintah  berobat ketika sakit, dan perintah melakukan upaya preventif agar tidak sakit. Dalam sebuah Hadis diriwayatkan seorang arab pedalaman bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rosulullah, apakah kami harus berobat?” Rasul pun menjawab, “Berobatlah kalian!”. Itu menunjukkan bahwa kita diperintah agar menjaga kesehatan dan berupaya untuk tidak sakit, di samping meyakini bahwa Tuhanlah yang menentukan segalanya, dan apapun yang ditentukan-Nya adalah yang terbaik.
Islam memandang bahwa kesehatan adalah bagian dari nikmat Allah yang harus disyukuri. Hadis lain menjelaskan tentang  ini bahwa ada dua nikmat yang banyak manusia merugi di dalamnya, yaitu nikmat kesehatan dan nikmat peluang, kesempatan (HR. Abu Daud). Itu artinya kesehatan dan luang waktu tanpa kesibukan haruslah kita syukuri dan jangan sampai kita sia-siakan.
Tidak hanya itu, Islam juga mengajak agar umatnya menjadi pribadi yang rapi dan bersih. Sebuah Hadis menjelaskan bahwa barang siapa memiliki rambut, maka hendaknya dia memuliakannya (HR. Abu Daud). Menurut pakar maksudnya adalah dengan disisir, dicuci, dan bahkan diminyaki agar terlihat rapi.
Bahkan Nabi SAW sendiri pun tidak pernah lepas dari beberapa alat hias semisal sisir, cermin, siwak, dan celak (HR. Thabrani).
Hingga di sini kita  dapat memahami betapa Islam juga mementingkan kesehatan, kebugaran jasmani, kerapian, dan keindahan. Hanya saja, pandangan Isalam terhadap kesehatan tak sama dengan medis  di mata materialis yang kini mendominasi dunia. Medis  materialis memandang kesehatan hanya dari sisi lahir saja. Mereka terpusat memandang bahwa sehat itu higienis dan memiliki kandungan  gizi tinggi. 
Berbeda dengan hal itu, Islam memandang kesehatan bukanlah di lihat dari satu arah peninjauan, tapi ada faktor non-materi yang juga dianggap penting di dalamnya, misalnya tentang barakah. Dalam sebuah Hadis dijelaskan setelah makan, sebaiknya tangan dijilat hingga bersih karena kita tidak tahu di mana barakah akan turun (HR. Baihaqi). Medis materialis mungkin akan bertanya-tanya; untuk apa? Atau juga Hadis tentang larangan makan dengan tangan kiri (HR. Muslim). Mereka mungkin berkilah; apa bedanya? Pun juga Hadis perintah memungut makanan yang jatuh dan memakannya (HR. Muslim). Mungkin saja mereka berkomentar; awas, kuman!
Belum lagi bila semua itu dibenturkan dengan cara hidup ala tasawwuf. Anjuran sedikit makan bagi pelajar akan jadi aneh bila dilogikakan dengan nalar medis, bukankah belajar justru butuh lebih banyak nutrisi. Larangan memakan ikan laut akan menjadi lucu bagi para dokter, bukankah ikan memiliki protein tinggi.
Maka dari sini perlu ada keseimbangan dalam menalar arti sehat. Di satu sisi hidup sehat harus dijaga agar tidak kebablasan hingga enggan pada hal-hal non-materi, tapi di sisi lain perintah dan anjuran untuk sehat juga perlu untuk di ikuti. Halal tetap jadi ukuran paten, tapi gizi dan nutrisi juga sebaiknya dipikirkan.
Ditambah lagi niat dalam melakukan sesuatu juga menjadi  hal yang tidak dapat disepelekan. Tidak makan ikan laut memang aneh, tapi karena diikuti niat baik, akhirnya pun juga baik. Sedikit makan mungkin akan berdampak lemahnya tubuh, tapi karena niatnya adalah usaha tidak terpedaya nafsu (tirakat), maka jadinya pun bisa berbeda. Sebaiknya bila  makanan yang dikonsumsi penuh gizi tapi niatnya tidak baik, mungkin ending-nya justru hal tidak baik.
Walhasil, memahami sehat, rapi, dan bersih haruslah seimbang, tidak terlalu ke kanan hingga skeptis, tidak pula terlalu ke kiri hingga materialis. Pun juga niat dan kehalalan makanan, pakaian dan semua hal yang terkait juga penting untuk dipikirkan, karena bagaimanapun juga semua tetap memiliki dampak, baik positif maupun negatif.


*) Sumber tulisan : pondoktanggir

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons